GROUPTHINK DALAM DINAMIKA KOMUNIKASI POLITIK (STUDI KASUS PEMBAHASAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGENAI BADAN PUBLIK DALAM RUU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI KOMISI I DPR RI MASA BAKTI 2004-2009)

Adhrianti, Lisa (2015) GROUPTHINK DALAM DINAMIKA KOMUNIKASI POLITIK (STUDI KASUS PEMBAHASAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGENAI BADAN PUBLIK DALAM RUU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI KOMISI I DPR RI MASA BAKTI 2004-2009). Masters thesis, Universitas Indonesia.

[img] Archive (Disertasi)
Lisa Adhrianti_Disertasi_FISIP_Full Text_2015.pdf - Bibliography
Restricted to Registered users only
Available under License Creative Commons GNU GPL (Software).

Download (7MB)

Abstract

Teori groupthink memberikan perspektif menarik untuk melihat bagaimana cara berpikir suatu kelompok terikat pada kohesivitas yang tinggi terhadap kelompoknya dan mereka berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai kebulatan suara sehingga mengesampingkan motivasi untuk berpikir guna menghasilkan alternatif keputusan realistis. Pada perkembangannya, teori groupthink umumnya menjadi komoditas barat dengan studi pada kelompok politik di lingkup eksekutif pemerintahan yang bersifat homogen dan lebih tertutup, sehingga menarik untuk melihat fenomena groupthink dalam konteks komunikasi kelompok politik di lingkup legislatif dalam parlemen di negara transisi demokrasi seperti Indonesia yang anggotanya berlatar heterogen dari multiparpol dan lebih terbuka, namun sering menghasilkan keputusan yang kontroversial. Penelitian ini menyoroti adanya indikasi groupthink dalam pengambilan keputusan tentang definisi Badan Publik pada RUU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Keputusan dianggap gagal dari perspektif masyarakat sipil karena menghasilkan pasal baru 14,15,16 sebagai hasil tawar menawar kepentingan (trade-off) antara eksekutif dan legislatif tentang masuknya BUMN, BUMD, Parpol dan LSM sebagai badan publik. Ditambah lagi dengan faktor pembahasan yang memakan waktu paling lama sementara tuntutan penyelesaian harus cepat, dan dampak dari implementasi pasal tersebut masih belum dapat dikatakan baik karena kasus sengketa badan publik masih tinggi, sanksi hukum tergolong rendah, serta belum tercapai angka persentase 100% badan publik yang memenuhi kewajiban memiliki Pejabat Pembuat Informasi dan Dokumentasi (PPID) dilingkup organisasinya. Sebagai penelitian kualitatif paradigma postpostivis yang menggunakan metode studi kasus instrumental, dengan objek penelitian pada kelompok anggota Panitia Kerja (Panja) RUU KIP Komisi I DPR RI masa bakti 2004-2009, hasil penelitian ini menujukkan bahwa groupthink dapat terjadi di lingkup legislatif DPR RI karena adanya pertarungan kepentingan dengan kelompok eksekutif, tekanan waktu dan kelelahan yang kemudian memaksa kelompok legislatif menjadi kohesif dan menghasilkan keputusan yang tidak dapat dikatakan baik. Terlihat kondisi sebagai upaya meminimalisasi groupthink melalui peran pimpinan yang lebih akomodatif, adanya proses hearing, serta adanya peran devil’s advocate, namun ternyata pada akhirnya upaya tersebut tidak membawa hasil yang signifikan sehingga groupthink tetap terjadi. Secara teoritis, penelitian ini memperkaya perspektif teori groupthink Irving Janis (1972) yang tidak menyebutkan bahwa sebenarnya groupthink juga bisa terjadi pada kelompok yang awalnya heterogen, lebih terbuka, memiliki kekuatan relatif setara namum dikelilingi kepentingan-kepentingan lain diluar kelompok yang menekan terhadap proses penyelesaian tugas melalui upaya kompromi.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: J Political Science > JA Political science (General)
Divisions: Faculty of Social & Politics Science > Department of Communication
Depositing User: 023 Dody Sahdani
Date Deposited: 23 Oct 2015 11:33
Last Modified: 23 Oct 2015 11:33
URI: http://repository.unib.ac.id/id/eprint/11017

Actions (login required)

View Item View Item