Dita, Sintia Br Barus and Dwinardi, Apriyanto and Hendri, Bustamam (2023) PENINGKATAN KETAHANAN TANAMAN CABAI TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI MELALUI VAKSINASI DENGAN ISOLAT AVIRULEN Ralstonia solanacearum DAN METABOLIT SEKUNDER Streptomyces sp. DENGAN METODE PERENDAMAN AKAR. Undergraduated thesis, Universitas Bengkulu.
Archive (Thesis)
SKRIPSI DITA - Dita Barus.pdf - Bibliography Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons GNU GPL (Software). Download (2MB) |
Abstract
Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia karena termasuk sebagai bahan utama yang digunakan sehari-hari di rumah tangga sebagai penyedap makanan. Budidaya tanaman cabai sering mengalami gannguan berbagai hama dan penyalit tanaman, salah satunya adalag penyakit layu bakteri yang diebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Pengendalian dengan agen hayati merupakan alternatif untuk mengurangi penggunaan pestisida yang menimbulkan berbagai dampak negatif. Pengendalian hayati merupakan usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan mikroorganisme antagonis sebagai pengendali populasi patogen. Salah satunya yaitu pemanfaatan metabolit sekunder dihasilkan oleh Streptomyces sp. yang sudah diketahui berpotensi menghasilkan beragam senyawa antimikrob. Metabolit sekunder dapat digunakan sebagai elisitor yang berfungsi dalam inisiasi sintesis kimia untuk pertahanan tanaman terhadap serangan patogen. Oleh sebab itu metabolit sekunder dari Streptomyces sp. berpeluang digunakan dalam pengendalian patogen dan peningkatan ketahanan tanaman. Ketahanan tanaman juga dapat titingkatkan dengan cara menginduksinya dengan patogen avirulen. Penggunaan patogen avirulen (termasuk diantaranya bakteri) dapat menekan insidensi penyakit dan menginduksi resistensi tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh aplikasi vaksinasi pada tanaman cabai dengan menggunakan bakteri avirulen R. solanacearum dan metabolit sekunder Streptomyces sp. dengan metode perendaman akar terhadap ketahanan tanaman cabai terhadap ras virulen R. solanacearum. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu pada bulan Desember 2021 sampai April 2022. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah isolasi R. solanacearum virulen dan avirulen, perbanyakan isolat Streptomyces sp, uji hipersensitif, uji daya hambat Streptomyces sp. terhadap R. solanacearum, produksi metabolit sekunder Streptomyces sp dan uji FTIR metabolit skunder Streptomyces sp. Respaon tanaman terhadap perlakuan vaksinasi dan perlakuan metabolit sekunder diamati pada pertumbuhan pengamatan tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, masa inkubasi, persentase serangan tanaman cabai dan analisis data. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap terdapat 5 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali. Dalam setiap polybag terdapat 5 tanaman. Sehingga diperoleh 100 tanaman uji. Perlakuan yang diuji adalah 1) tidak divaksinasi, diinokulasi dengan R. solanacearum virulen (kontrol) 2) divaksinasi dengan R. solanacearum avirulen 3) divaksinasi dengan metabolit sekunder Streptomyces sp. 4) divaksinasi dengan R. solanacearum avirulen + metabolit sekunder Streptomyces sp. Media tanam untuk semua perlakuan diinokulasi dengan R. solanacearum isolat virulen. Untuk melihat apakah ada faktor lain seperti kontaminasi dengan patogen lain pada media, disertakan kontrol blanko (tidak diinokulasi dengan R. solanacearum) tetapi data tidak disertakan dalam analisis statistik dan tidak disertakan dalam pembahasan. Respon yang diukur adalah pertumbuhan tanaman dan persen jumlah tanaman yang terinfeksi R. Solanacearum isolate virulen. Hasil penelitian dianalisis dengan analisis varian (ANAVA) pada α = 0,05, dilanjutkan dengan BNT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koloni R. solanacearum yang diisolasi dari lapangan dan ditumbuhkan pada medium Yeast Peptone Glucose Agar (YPGA) berwarna putih, berubah menjadi kekuningan dengan bertambahnya umur biakan. Koloni bakteri berbentuk bulat dengan permukaan cembung, hasil pengujian menggunakan media TZC dengan ciri ciri bakteri virulen memilik koloni bentuk besar, bulat tidak teratur, cembung, dan tepi koloni berwarna putih dengan pusat/bagian tengahnya berwarna merah menunjukkan bahwa patogen tersebut virulen dan mampu menyebabkan penyakit pada tanaman. Uji Hipersensitif menunjukkan bahwa respon timbulnya bercak nekrosis pada daun tembakau 6 hari setelah inokulasi diinokulasi dengan R. Solanacearum menunjukkan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri vitulen. Jaringan daun yang diinokulasi patogen R. solanacearum avirulen tidak menunjukkan gejala sedangkan jaringan daun yang diinokulasi patogen R. Solanacearum. Perbanyakan isolat Streptomyces sp. menunjukkan warna koloni Streptomyces sp. sangat beragam karena ada kandungan pigmen sehingga jika dilihat dalam koloni bakteri Streptomyces sp. memiliki warna-warna berbeda; ada yang berwarna putih yaitu isolat .J8, D9, J4, berwarna putih keabu-abuan , isolat A1, berwarna coklat isolat BM1, CPS5, D5, dan ada yang berwarna coklat kekuningan isolat D7, J10, BM2. Dari seleksi daya hambat 10 isolat Streptomyces sp. terdapat tujuh isolat yang mampu menekan pertumbuhan R. Solanacearum, yaitu isolat D7, BM2, J10, J8, D5, A1 dan J8. Isolat yang memiliki zona hambat paling besar adalah isolat BM2 sebesar 18 mm menunjukkan bahwa isolat BM2 mampu berkompetisi memperebutkan ruang dan zat makanan sehingga bisa tumbuh dengan cepat dan menghambat pertumbuhan patogen R. solanacearum Streptomyces sp. Isolat BM2 yang memiliki daya hambat paling besar ditumbuhkan pada media YMB hingga pada akhirnya menghasilkan metabolit sekunder. Uji Fourier Transform Infra Red (FTIR) metabolit sekunder Streptomyces sp. diperoleh 3 puncak panjang gelombang yang masing-masing memiliki gugus fungsi yang berbeda. Panjang gelombang 3325,069 cm-1 merupakan senyawa gugus fungsi dari O–H (Fenol), panjang gelombang 2126,402 merupakan gugus fungsi merupakan gugus fungsi C≡C (Alkuna). Panjang gelombang 1633,799 gugus fungsi C=C (aromatik). Hasil analisis menunjukkan uji FTIR metabolit sekunder Streptomyces sp. merupakan gugus fungsi yang muncul seperti hidroksil (O-H), serta senyawa aromatik (C=C) merupakan senyawa dari flavanoid. Pada pengamatan variabel pertumbuhan insidensi penyakit layu bakteri mulai tampak pada tanaman kontrol di minggu ke tiga, atau 21 hari setelah inokulasi (HSI). Pengamatan dilakukan sampai fase vegetatif yaitu dari 1–5 minggu setelah inokulasi (MSI). Pada variabel tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukan hasil berbeda nyata antar perlakuan pada 3–5 MSI dan jumlah cabang menunjukan hasil berbeda nyata pada 4– 5 MSI. Vaksinasi dengan patogen ras avirulen dan perlakuan metabolit sekunder Streptomyces sp. baik sendiri-sendiri maupun dalam kombinasi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang tanaman cabai. Tinggi tanaman nyata lebih tinggi pada tanaman yang divaksinasi secara tunggal dengan RSA dan MSS dibandingkan dengan kontrol. Tinggi tanaman yang divaksinasi kombinasi RSA + MSS memberikan pengaruh yang nyata terhadap seluruh perlakuan mulai dari 3-4 MSI. Pada minggu ke-5 MSI tinggi tanaman nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Namun perlakuan gabungan antara RSA + MSS lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tunggal, dalam peningkatan tinggi tanaman sampai akhir pengamatan. Jumlah daun nyata lebih banyak pada tanaman yang divaksinasi baik secara tunggal RSA atau MSS, maupun pada gabungan keduanya, dibandingkan dengan kontrol. Gabungan RSA + MSS merupakan perlakuan yang memberikan hasil yang paling baik dalam pertumbuhan jumlah daun sampai akhir pengamatan. Jumlah cabang pada tanaman umur 4-5 MSI nyata lebih banyak pada tanaman yang diperlakukan dengan MSS dibandingkan dengan RSA dan kontrol. Vaksinasi dengan R. solanacearum avirulen dan perlakuan metabolit sekunder dari Streptomyces sp. nyata meningkatkan jumlah cabang tanaman cabai. Masa inkubasi R. solanacearum pada tanaman cabai terjadi lebih pendek pada tanaman kontrol (tidak dilindungi dengan vaksinasi maupun metabolit sekunder). Penelitian ini membuktikan bahwa perlakuan dengan metabolit sekunder dari Strptomyces sp. dan vaksinasi dengan ras avirulen R. solanacearum menghambat perkembangan ras patogenik R. solanacearum. Persentase layu bakteri nyata lebih tinggi pada tanaman kontrol dibandingkan dengan tanaman yang divaksinasi patogen avirulen dan metabolit sekunder. Sedangkan persentase serangan terendah sampai akhir pengamatan yaitu pada perlakuan kombinasi RSA + MSS dengan tingkat serangan hanya 10%, sedangkan pada kontrol mencapai 75% pada akhir pengamatan. Hal ini karena kombinasi vaksinasi patogen avirulen dengan metabolit sekunder Streptomyces sp. memberikan efek yang lebih kuat dibandingkan bila perlakuan tunggal untuk menekan pertumbuhan R. solanacearum
Item Type: | Thesis (Undergraduated) |
---|---|
Subjects: | S Agriculture > S Agriculture (General) |
Divisions: | Faculty of Agriculture > Department of Plant Pests and Diseases |
Depositing User: | Sugiarti, S.IPust |
Date Deposited: | 16 Oct 2024 02:52 |
Last Modified: | 16 Oct 2024 02:52 |
URI: | http://repository.unib.ac.id/id/eprint/22474 |
Actions (login required)
View Item |