PERLINDUNGAN ANAK DARI ORANG TUA YANG BERCERAI

Yunita, Eka and Sri , Hartati and Sri , Handayani Hanum (2009) PERLINDUNGAN ANAK DARI ORANG TUA YANG BERCERAI. Undergraduated thesis, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UNIB.

[img] Text
skripsi bianca-2.pdf - Bibliography
Restricted to Registered users only
Available under License Creative Commons GNU GPL (Software).

Download (3MB)

Abstract

Penelitian bertujuan mendeskripsi bentuk perlindungan anak dari orang tua yang bercerai pada kalangan Suku Lembak di desa Renah Lebar, Kecamatan Karang Tinggi, Kabupaten Bengkulu Tengah. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Data dikumpulkan melalui proses wawancara, dan observasi, serta didapat dari artikel, buku-buku, hasil laporan penelitian dan monografi desa. Penelitian menghasilkan 10 orang informan bercerai mengakhiri perkawinan secara perceraian adat. Setelah bercerai anak dari hasil perkawinan informan seluruhnya tinggal dan diasuh oleh ibunya. Alasan anak tinggal bersama ibu karena: masih sangat singkatnya umur rumah tangga pasangan sementara umur anak masih balita, dan suami mendahului perceraian dengan pergi meninggalkan rumah terlebih dahulu tanpa meninggalkan uang sepeserpun serta tanpa pembicaraan mengenai pengasuhan anak. Bentuk perlindungan yang diberikan orang tua terhadap anak setelah bercerai berbeda antara orang tua laki-laki dengan orang tua perempuan. Bagi orang tua perempuan (ibu), anak adalah segala-galanya. Mereka tetap mengasuh, merawat, membesarkan, dan menafkahi anak walau tanpa bantuan dari mantan suami. Berbagai cara yang ditempuh dalam menafkahi anak yakni dengan bekerja di kebun, memotong karet, menjadi tenaga upahan, dan berdagang di rumah. Sementara orang tua laki-laki (ayah) yang tidak mengasuh anak, pada waktu anak umur balita sebagian besar dari mereka melalaikan tanggung jawabnya dalam memberikan nafkah anak, pada umumnya orang tua laki-laki bertanggung jawab dalam memberikan nafkah ketika anak sudah memasuki usia sekolah dan memerlukan banyak biaya, dan hanya bersifat insidentil. Adapun nilai lokal masyarakat Suku Lembak dalam melihat masalah perlindungan anak adalah, ada keterkaitan antara sistem perkawinan ”semendo isteri” yakni setelah menikah suami tinggal di rumah isteri, segala urusan diselesaikan di dalam keluarga isteri, termasuk setelah kedua pasangan bercerai, anak beserta rumah menjadi hak dan tanggung jawab bagi isteri. Nilai lainnya adalah terdapat pergeseran terhadap nilai perceraian yang tidak lagi menganggap bahwa perceraian adalah hal yang memalukan, bahkan dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan biasa terajadi dalam suatu masyarakat. Sedangkan norma adat lokal yang berlaku di masyarakat masih tetap mengatur tentang perwalian anak yakni seteleh orang tua bercerai anak berada di bawah pengasuhan ibunya, sementara dalam masalah tanggung jawab dalam menafkahi anak adalah merupakan tanggung jawab berdua dari kedua orang tua, hanya saja saksi adat yang mengatur masalah tanggung jawab orang tua ini seringkali tidak dijalankan. Saksi yang ada hanya berupa sanksi sosial yakni dengan cemoohan dan gunjingan bahwa ibu atau ayah tersebut dianggap tidak beres dan tidak normal karena telah meninggalkan anaknya. Pihak lembaga adat berhak ikut memutuskan tentang pengasuhan anak setelah orang tua bercerai, jika perceraian pasangan diakhiri dengan konflik keluarga. Adapun impilikasi perceraian secara adat adalah, anak seringkali menjadi korban dari kelalaian orang tua laki-laki dalam memberikan nafkah terhadap anak.

Item Type: Thesis (Undergraduated)
Subjects: J Political Science > JF Political institutions (General)
Divisions: Faculty of Social & Politics Science > Department of Social Welfare
Depositing User: 014 Abd. Rachman Rangkuti
Date Deposited: 30 Nov 2013 18:51
Last Modified: 30 Nov 2013 18:51
URI: http://repository.unib.ac.id/id/eprint/2578

Actions (login required)

View Item View Item