Hermawan, Hengki and M., Abdi and Agusalim, Agusalim (2007) PERANAN SAKSI MAHKOTA DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI BENGKULU. Undergraduated thesis, Fakultas Hukum UNIB.
Text
I,II,III,-HEN-FH.pdf - Bibliography Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons GNU GPL (Software). Download (1MB) |
|
Text
IV,V-HEN-FH.pdf - Bibliography Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons GNU GPL (Software). Download (1MB) |
Abstract
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh karena wewenang penuntut umum untuk menutup perkara demi hukum seperti tersebut dalam Pasal 76, 77, 78, dan 82 KUHP (ne bis in indem, terdakwa meninggal, lewat waktu, penyelesaian di luar pengadilan)”. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui apa alasan hapusnya hak menuntut pidana di wilayah hukum Pengadilan Negeri Bengkulu, dan bagaimana prosedur pelaksanaan hapusnya hak menuntut pidana di wilayah hukum Pengadilan Negeri Bengkulu. Penulisan ini menggunakan metode penulisan hukum empiris atau penelitian sosiologis yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data primer. Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa yang menjadi alasan hapusnya hak menuntut pidana terhadap pelaku tindak pidana adalah perkara tersebut ditutup demi hukum karena tersangkanya meninggal dunia pada saat proses penyidikan atau penuntutan sehingga tidak ada gunanya lagi menuntut yang bersangkutan karena sesuai dengan prinsip hukum pidana bahwa penuntutan hukuman itu harus ditujukan kepada diri pribadi yang bersalah atau orang yang melakukan perbuatan itu. Prosedur pelaksanaan hapusnya hak menuntut adalah Jaksa menunggu penetapan hakim, setelah penetapan itu dikeluarkan oleh hakim maka Jaksa menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan dan isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila tersangka ditahan wajib dibebaskan, kemudian turunan surat ketetapan tersebut wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasehat hukum, pejabat rutan, penyidik dan hakim, apabila dikemudian hari ada alasan baru untuk menuntut pelaku tindak pidana, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka. Adapun tahap-tahap pelaksanaan dari hapusnya hak menuntut pertama Jaksa mendapat pemberitahuan atau laporan dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan yang menyatakan terdakwa telah meninggal dunia, kedua Kepala LP/rutan membuat laporan kematian terdakwa berdasarkan surat kematian yang dikeluarkan oleh tempat terdakwa dirawat, dan laporan tersebut disertai dengan surat berita acara penyerahan jenazah, dan berita acara pemakaman. Ketiga Kepala Lembaga Pemasyarakatan memberi tembusan kepada pengadilan, keluarga terdakwa, rutan, penyidik, penasehat hukum dan hakim. Keempat pada saat sidang berjalan Jaksa memberitahukan majelis hakim bahwa tersangka/terdakwa meninggal dunia, Setelah penetapan itu dikeluarkan oleh hakim dan penetapan tersebut telah diserahkan kepada Jaksa, maka hal itu dituangkan ke dalam surat ketetapan yang akan disampaikan kepada keluarga tersangka/terdakwa, penyidik, penasehat hukum, rutan dan hakim.
Item Type: | Thesis (Undergraduated) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law Science |
Depositing User: | 016 Pandi Pangalila Siregar |
Date Deposited: | 04 Dec 2013 18:07 |
Last Modified: | 04 Dec 2013 18:07 |
URI: | http://repository.unib.ac.id/id/eprint/3213 |
Actions (login required)
View Item |