Taufik, Muhammad and Suprapto, Suprapto and Heru , Widiyono (2009) UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN DAN LANJUT HIBRIDA SILANG GANDA (DOUBLE CROSS) BERDAYA HASIL TINGGI DAN ADAPTIF PADA LAHAN ULTISOL DENGAN DOSIS PEMUPUKAN RENDAH TANPA PENGAPURAN DAN TANPA BAHAN ORGANIK. Project Report. Lembaga Penelitian UNIB, Bengkulu. (Unpublished)
|
Text
1a-UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN DAN LANJUT HIBRIDA SILANG GANDA (DOUBLE CROSS) BERDAYA HASIL TINGGI DAN ADAPTIF PADA LAHAN ULTISOL DENGAN DOSIS PEMUPUKAN RENDAH TANPA PENGAPURAN DAN TANPA BAHAN ORGANIK 2009 M. TAUFIK.pdf - Published Version Available under License Creative Commons GNU GPL (Software). Download (1MB) | Preview |
Abstract
Di Indonesia, jagung merupakan komoditas penting setelah padi dan hingga saat ini produktivitasnya masih rendah. Peningkatan kebutuhan yang lebih tinggi daripada peningkatan produktivitasnya menyebabkan Indonesia harus mengimpor jagung.Indonesia mempunyai lahan Ultisol yang sangat luas hampir mencapai 50 juta hektar yang sebagian besar terletak di luar Jawa.Namun demikian, lahan Ultisol merupakan lahan masam tidak subur dengan kandungan aluminium (Al) yang tinggi sehingga perluasan areal tanam jagung ke luar Jawa terkendala.Kandungan Al yang tinggi menyebabkan unsur-unsur hara di dalam tanah terutama unsur P difiksasi oleh Al yang tinggi sehingga unsur-unsur hara tersebut tidak tersedia dan tidak bisa dimanfaatkan oleh tanaman jagung, perakaran tanaman jagung tidak berkembang, pertumbuhan tanaman terhambat dan hasilnya rendah. Demikian juga varietas jagung hibrida yang selama ini diseleksi, dirakit dan dibudidayakan di lahan subur dengan input produksi yang tinggi jika ditanam di lahan masam dengan input produksi yang rendah, jagung hibrida tidak mampu tumbuh baik dengan hasil yang rendah. Pengapuran, pemberian bahan organik dan pemupukan anorganik dosis tinggi untuk meningkatkan produktivitas jagung hibrida di lahan Ultisol merupakan upaya yang mahal, tidak ekonomis, bersifat sementara dan tidak ramah lingkungan.Harga benih jagung hibrida yang mahal diantaranya disebabkan benih jagung hibrida masih dirakit oleh perusahaan-perusahaan multinasional sehingga Indonesia masuk dalam perangkap kebutuhan benih (seed trap).Ketersediaan kapur di luar Jawa sulit didapatkan, jikapun ada dengan harga yang mahal.Demikian juga pengapuran hanya menetralkan lapisan atas tanah saja, mudah terbawa air sehingga pengapuran bukan merupakan upaya yang tepat, secara teknis dan ekonomis sulit dilakukan petani.Pemberian bahan organik yang mengandung asam-asam organik merupakan salah satu solusi untuk mengurangi keracunan Al di lahan masam Ultisol.Bahan organik juga membantu memperbaiki struktur tanah, menyediakan unsur hara dan membantu ketersedian air bagi tanaman jagung.Namun demikian, penyediaan bahan organik untuk lahan penanaman yang luas secara teknis sulit dilakukan.Ketersedian pupuk anorganik juga merupakan satu masalah mendasar yang dihadapi petani akhir-akhir ini.Ketersediannya yang terbatas menyebabkan harganya mahal dan petani sulit mendapatkannya sehingga petani tidak mampu melakukan pemupukan sesuai rekomendasi. Oleh sebab itu perakitan varietas jagung hibrida yang adaptif di lahan masam dan berdaya hasil tinggi pada kondisi tanpa pengapuran, tanpa bahan organik dengan pemupukan dosis anorganik yang rendah merupakan upaya yang efektif. Penelitian tahap pertama, telah dilakukan pengujian dengan ketahanan berbagai genotip jagung terhadap keracunan Al di laboratorium menggunakan metode Polle et al. (1978).Pengujian ketahanan genotip terhadap keracunan Al di polybag dan lapangan telah dilakukan masing-masing menggunakan rancangan acak lengkap dan rancangan acak kelompok lengkap tiga ulangan.Pada tahap kedua telah dilakukan penyilangan biparental antar genotip yang terdiri dari inbrida, varietas hibrida komersil, varietas unggul bersari bebas dan varietas lokal terseleksi.Hibrida-hibrida yang dihasilkan telah diuji daya hasil dan adaptasinya di lahan masam Ultisol. Berdasarkan analisis laboratorium G3, G5, G14, G17, G21, G22 dan G24 merupakan genotip-genotip yang tahan terhadap keracunan Al dan dapat digunakan sebagai tetua untuk merakit varietas jagung hibrida yang tahan terhadap keracunan Al. Pada percobaan di polybag, G3, G5, G17, G22 dan G24 menunjukkan bobot biji per tanaman yang paling tinggi. G3, G5, G21 dan G24 menunjukkan pertumbuhan dan bobot biji per tanaman yang paling tinggi pada penelitian di lapangan. G3, G8, G17 dan G21 menunjukkan indeks seleksi yang tinggi, merupakn sumber tetua yang baik untuk persilangan. Estimasi parameter genetik seperti keragaman genetik, heritabilitas, korelasi dan analisis lintasan digunakan sebagai dasar pengembangan jagung varietas hibrida. Hibrida hasil persilangan G1XG2, G1XG3, G1XG4, G2XG3, G2XG4, G3XG8, G5XG8, G3XG23, G8XG21, G7XG21 dan G7XG14 menunjukkan pertumbuhan lebih baik dan bobot biji per tanaman lebih tinggi jika dibandingkan dengan hibrida-hibrida hasil persilangan yang lain. Beberapa dari hibrida-hibrida hasil persilangan ini telah diuji melalui Uji Daya Hasil Pendahuluan (UDHP) menggunakan rancangan acak kelompok lengkap tiga ulangan.Varietas hibrida komersial Prima-1 dan DK-3 digunakan sebagai pembanding.Uji Daya Hasil Lanjut (UDHL) dilakukan di tiga lokasi berlahan masam di Provinsi Bengkulu selama dua musim (penghujan dan kemarau) menggunakan rancangan acak kelompok lengkap tiga ulangan.Dua varietas hibrida komersial Prima-1 dan DK-3 digunakan sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil biji jagung pipilan kering tertinggi (5,07 t/ha) ditunjukkan oleh hibrida hasil persilangan G1XG4 dan berbeda nyata dengan varietas hibrida pembanding Prima-1 dan DK-3 dengan hasil masing-masing 3,7 dan 4,41 t/ha. Penampilan hibrida-hibrida yang diuji untuk ciri hasil biji per ha dan penutupan kelobot berbeda satu dengan yang lain, di mana hibrida hasil persilangan G1XG4 menunjukkan hasil biji per ha yang paling tinggi dengan kriteria penutupan kelobot agak longgar di ujung tongkol.Penampilan sebagian besar ciri yang dikaji masih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti perbedaan kemiringan lahan, pemupukan yang rendah, tanpa pengapuran dan tanpa bahan organik.Ciri jumlah baris biji per tongkol dan penutupan kelobot (husk cover) menunjukkan heritabilitas sedang.
Item Type: | Monograph (Project Report) |
---|---|
Subjects: | S Agriculture > S Agriculture (General) |
Divisions: | Faculty of Agriculture > Department of Agroecotechnology |
Depositing User: | 001 Bambang Gonggo Murcitro |
Date Deposited: | 05 Sep 2014 15:22 |
Last Modified: | 05 Sep 2014 15:22 |
URI: | http://repository.unib.ac.id/id/eprint/8336 |
Actions (login required)
View Item |