Suprapto, Suprapto and M., Taufik and Eko, Suprijono (2011) PERAKITAN VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BERDAYA HASIL TINGGI DAN ADAPTIF PADA LAHAN MASAM PODSOLIK MERAH KUNING DENGAN DOSIS PEMUPUKAN YANG RENDAH (UJI DAYA HASIL LANJUT DAN MULTILOKASI). Project Report. Lembaga Penelitian UNIB. (Unpublished)
|
Text
2-PERAKITAN VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BERDAYA HASIL TINGGI DAN ADAPTIF PADA LAHAN MASAM PODSOLIK MERAH KUNING DENGAN DOSIS PEMUPUKAN YANG RENDAH (UJI DAYA HASIL LANJUT DAN UJI MULTILOKASI) 2011 M. TAUFIK.pdf - Published Version Available under License Creative Commons GNU GPL (Software). Download (2MB) | Preview |
Abstract
Di Indonesia, jagung merupakan komoditas penting setelah padi dan hingga saat ini produktivitasnya masih rendah. Peningkatan kebutuhan yang lebih tinggi daripada peningkatan produksinya menyebabkan Indonesia harus mengimpor jagung.Indonesia mempunyai lahan Podsolik Merah Kuning (Ultisol) yang sangat luas hampir mencapai 50 juta hektar yang sebagian terletak di luar Jawa.Namun demikian, lahan PMK merupakan lahan masam tidak subur dengan kandungan alumunium (Al) yang tinggi sehingga perluasan areal tanam jagung ke luar jawa terkendala.Kandungan Al yang tinggi menyebabkan unsur-unsur hara di dalam tanah terutama unsur P difiksasi oleh Al sehingga unsur-unsur hara tersebut tidak tersedia dan tidak bisa dimanfaatkan oleh tanaman jagung, perakaran tanaman jagung tidak berkembang, pertumbuhan tanaman terhambat dan hasilnya rendah. Demikian juga varietas jagung hibrida yang selama ini diseleksi, dirakit dan dibudidayakan di lahan subur dengan input produksi yang tinggi jika ditanam di lahan masam dengan input produksi yang rendah, jagung hibrida tidak mampu tumbuh baik dengan hasil yang rendah. Pengapuran, pemberian bahan organik dan pemupukan anorganik dosis tinggi untuk meningkatkan produktivitas jagung hibrida di lahan PMK merupakan upaya yang mahal, tidak ekonomis, bersifat sementara dan tidak ramah lingkungan.Harga benih jagung hibrida yang mahal diantaranya disebabkan benih jagung hibrida masih dirakit oleh perusahaan-perusahaan multinasional sehingga Indonesia masuk dalam perangkap kebutuhan benih (seed trap).Ketersediaan kapur di luar Jawa sulit didapatkan, jikapun ada dengan harga yang mahal.Demikian juga pengapuran hanya menetralkan lapisan atas tanah saja, mudah terbawa air sehingga pengapuran bukan merupakan upaya yang tepat, secara teknis dan ekonomis sulit dilakukan petani.Pemberian bahan organik yang mengandung asam-asam organik merupakan salah satu solusi untuk mengurangi keracunan Al di lahan masam PMK. Bahan organik juga membantu memperbaiki struktur tanah, menyediakan unsur hara dan membantu ketersediaan air bagi tanaman jagung.Namun demikian, penyediaan bahan organik untuk lahan penanaman yang luas secara teknis sulit dilakukan.Ketersediaan pupuk anorganik juga merupakan salah satu masalah mendasar yang dihadapi petani akhir-akhir ini.Ketersediaannya yang terbatas menyebabkan harganya yang mahal dan petani sulit mendapatkannya sehingga petani tidak mampu melakukan pemupukan sesuai rekomendasi. Oleh sebab itu perakitan varietas jagung hibrida yang adaptif di lahan masam dan berdaya hasil tinggi pada kondisi tanpa pengapuran, tanpa bahan organik dengan dosis pemupukan anorganik yang rendah merupakan upaya yang efektif. Penelitian tahap pertama, telah dilakukan pengujian ketahanan berbagai genotip jagung terhadap keracunan Al di laboratorium menggunakan metode Polle et al. (1978). Pengujian ketahanan genotip terhadap keracunan Al di polibag dan lapangan telah dilakukan masing-masing menggunakan rancangan acak lengkap dan rancangan acak kelompok lengkap tiga ulangan.Pada tahap kedua telah dilakukan penyilangan biparental agar genotip yang terdiri dari inbrida, varietas hibrida komersial, varietas unggul bersari bebas dan varietas lokal terseleksi. Hibrida-hibrida yang dihasilkan telah diuji daya hasil dan adaptasinya di lahan masam PMk. Berdasarkan analisis laboratorium, Prima-1, DK3, Srikandi Kuning, BBB-1-2, BBB-1-1, BBB-1-3 dan BCK-1-4T3 merupakan genotip-genotip yang tahan terhadap keracunan Al dan dapat digunakan sebagai tetua untuk merakit varietas jagung hibrida yang tahan terhadap keracunan Al. Pada percobaan di polibag Prima-1, DK3, BBB-1-2, BBB-1-3 dan BCK-1-4T3 menunjukkan bobot biji pertanaman yang paling tinggi. Genotip Prima-1, DK-3, BBB-1-1 dan BCK-1-4T3 menunjukkan pertumbuhan dan bobot biji pertanaman yang paling tinggi pada penelitian di lapangan.Genotip Prima-1, Bisi-12, BBB-1-2, BBB-1-1 dan BBB-1-5 menunjukkan indeks seleksi yang tinggi, merupakan sumber tetua yang baik untuk persilangan.Estimasi parameter genetik seperti keragaman genetik, heritabilitas, korelasi dan analisis lintasan digunakan sebagai dasar pengembangan jagung varietas hibrida. Ciri bobot biji per tanaman menunjukkan heritabilitas dalam arti luas sedang tetapi menunjukkan genetik harapan rendah, menunukkan terdapat peranan gen-gen no-adiktif yang mengendalikan ciri-ciri tersebut . ciri bobot biomassa dan diameter tongkol berkelobot merupakan kriteria seleksi yang paling baik untuk merakit varietas jagung hibrida di lahan masam PMK, tanpa pengapuran, tanpa bahan organik dengan dosis pemupukan anorganik yang rendah. Hibrida hasil persilangan G1xG2, G1xG3, G1xG4, G2xG3, G2xG4, G3xG8, G5xG8, G3xG23, G8xG21, G7xG21 dan G7xG14 menunjukkan pertumbuhan lebih baik dan bobot biji pertanaman lebih tinggi jika dibandingkan dengan hibrida-hibrida hasil persilangan yang lain. Hibrida-hibrida hasil persilangan ini telah diuji melalui Uji Daya Hasil Pendahuluan (UDHP) menggunakan rancangan acak kelompok lengkap tiga ulangan.Varietas hibrida komersial Prima-1 dan DK-3 digunakan sebagai pembanding. Hibrida menunjukkan bobot biji yang paling tinggi adalah hasil persilangan H3 (G1XG4) dengan hasil 5,1 t/ha jika dibandingkan dengan kedua varietas pembanding yang hanya menghasilkan 3,6 t/ ha. Uji Daya Hasil Lanjut (UDHL) dilakukan di tiga lokasi berlahan masam di Provinsi Bengkulu pada musim kemarau menggunakan rancangan acak kelompok lengkap tiga ulangan.Dua varietas hibrida komersial Prima-1 dan DK-3 disertakan sebagai varietas pembanding. Pada UDHL musim kemarau, lima hibrida (H1, H2, H3, H4 dan H5) menunjukkan hasil pipilan tertinggi dan konsistensi pada tiga lokasi pengujian dengan rata-rata hasil pipilan kering masing-masing 5,39; 5,67; 5,52; 4,86; dan 4,93 t/ha pada musim kemarau dan 6,03; 6,35; 6,44; 5,07 dan 5,62 t/ha pada musim hujan lebih tinggi daripada Prima-1 dan DK-3 yang hanya menghasilkan pipilan kering masing-masing 4,29 dan 4,53 t/ha pada musim kemarau, 4,47 dan 4,85 t/ha pada musim hujan. Pada kondisi air yang cukup kelima hidrida tersebut mampu menghasilkan pipilan kering masing-masing 6,30; 6,35; 5,82; 5,46 dan 5,54 t/ha. Tidak terdapat interaksi antar genotip, lokasi dan musim pada ciri-ciri yang dikaji sehingga dapat dilakukan uji multilokasi.
Item Type: | Monograph (Project Report) |
---|---|
Subjects: | S Agriculture > S Agriculture (General) |
Divisions: | Faculty of Agriculture > Department of Agroecotechnology |
Depositing User: | 001 Bambang Gonggo Murcitro |
Date Deposited: | 05 Sep 2014 15:34 |
Last Modified: | 05 Sep 2014 15:34 |
URI: | http://repository.unib.ac.id/id/eprint/8339 |
Actions (login required)
View Item |