TINJAUAN YURIDIS PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI INDONESIA

Simanjuntak, Halomoan and Lidia, Br. Karo and Herlita, Eryke (2013) TINJAUAN YURIDIS PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI INDONESIA. Undergraduated thesis, Fakultas Hukum UNIB.

[img] Text (Thesis)
I,II,III,1-13-hal-FH.pdf - Bibliography
Restricted to Registered users only
Available under License Creative Commons GNU GPL (Software).

Download (3MB)

Abstract

Pelaku kejahatan sering kali tidak mengakui kejahatan yang telah diperbuatnya, ataupun keterangan yang diberikan tidak konsisten, selalu berubah-ubah, sehingga membingungkan penyidik untuk mengungkap kejahatan tersebut. Hal ini melatarbelakangi untuk diciptakannya alat pendeteksi kebohongan atau yang biasa dikenal dengan lie detector. Lie detector muncul pertama kali pada tahun 1902 yang merupakan alat pendeteksi kebohongan yang digunakan pada seorang tersangka. Lie detector digunakan untuk mengetes dan merekam aktivitas elektrik dari otak manusia. Alat ini akan melacak perubahan psikologis pada tubuh jika seseorang berbohong dengan cara melihat perubahan tekanan darah, resistansi listrik pada kulit, adanya keringat yang berpeluh, serta kecepatan degup jantung dan pernapasan, yang akan direkam secara digital atau di atas kertas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan yuridis tentang alat bukti lie detector dalam hukum positif di Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah Jenis penelitian yuridis normatif. Penelitian dengan jenis yuridis normatif artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan. Ketentuan yuridis tentang alat bukti lie detector dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia belum diatur secara tegas di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), namun ketentuan tentang alat bukti lie detector telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Lie detector menjadi alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pada tindak pidana khusus seperti korupsi dan terorisme, penggunaan sistem elektronik yang dalam hal ini penggunaan alat bukti lie detector pun telah diatur sebagai alat bukti yang sah. Lie detector yang diperoleh dari keterangan terdakwa dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk apabila hasil pemeriksaan atau keabsahan dari tes alat pendeteksi kebohongan (lie detector) yang berupa print out tersebut diberikan keterangan seorang ahli laboratorium forensik. Sehingga lie detector dalam hal ini dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia, yaitu sebagai alat bukti keterangan ahli, surat, dan petunjuk.

Item Type: Thesis (Undergraduated)
Subjects: K Law > K Law (General)
Depositing User: 001 Bambang Gonggo Murcitro
Date Deposited: 09 Oct 2013 15:43
Last Modified: 09 Oct 2013 15:43
URI: http://repository.unib.ac.id/id/eprint/845

Actions (login required)

View Item View Item