Ttanam Budi, Tegar and Antory, Royan and Herlita, Eryke (2012) PERSEPSI APARAT PENEGAK HUKUM TERHADAP PASAL 40 UNDANG-UNDANG No. 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. ['eprint_fieldopt_thesis_type_ut' not defined] thesis, Fakultas Hukum UNIB.
![TEGAR TANAM BUDI-2.pdf [thumbnail of TEGAR TANAM BUDI-2.pdf]](https://repository.unib.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
TEGAR TANAM BUDI-2.pdf - Bibliography
Restricted to Registered users only
Available under License Creative Commons GNU GPL (Software).
Download (4MB)
Abstract
Dalam pemberian surat perintah penghentian penyidikan yang dikhususkan pada
pemberian surat perintah penghentian penyidikan terhadap tindak pidana korupsi,
Kejaksaan dan POLRI sebagai penyidik suatu tindak pidana memperbolehkan
mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan sedangkan KPK tidak berwenang
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui persepsi aparat penegak hukum terhadap pasal 40 undang-
undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
untuk mengetahui akibat dari keberlakuan pasal 40 ini. Metode penelitian ini
menggunakan metode hukum empiris. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh aparat
penegak hukum di Bengkulu yang menangani kasus korupsi. Sedangkan sampel dalam
penelitian ini adalah 2 orang Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu, 2 orang Jaksa Negeri
Bengkulu, 2 orang Polisi Resort Bengkulu, dan 2 orang Advokat Bengkulu. Data baik
data primer maupun data sekunder dikumpulkan dengan cara wawancara dan studi
pustaka. Pengolahan data menggunakan Editing Data dan Coding Data dengan analisis
data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persepsi aparat penegak hukum Kota
Bengkulu terhadap Pasal 40 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi setuju karena korupsi adalah kejahatan luar biasa
(extra ordinary crimes) dengan demikian dibutuhkan penegakan hukum yang luar biasa
(extra ordinary) juga, dan jika KPK berwenang mengeluarkan SP3 maka KPK
kehilangan keistimewaannya itu, maka KPK sama saja dengan kepolisian dan kejaksaan.
Berlakunya Pasal 40 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, menimbulkan akibat semua yang sudah masuk ke penyidikan
KPK harus di naikkan dalam proses ke penuntutan. Jika masih dalam proses
penyelidikan, kasus korupsi tersebut dapat dihentikan. Adanya pasal 40 ini di harapkan
kinerja KPK dalam memberantas korupsi tidak main-main, karena tidak adanya Sp3 yang
dikeluarkan oleh KPK. Jika KPK mengeluarkan Sp3 maka KPK melanggar dari
kewenangn KPK itu sendiri.
Item Type: | Thesis (['eprint_fieldopt_thesis_type_ut' not defined]) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law Science |
Depositing User: | 014 Abd. Rachman Rangkuti |
Date Deposited: | 15 Dec 2013 12:23 |
Last Modified: | 15 Dec 2013 12:23 |
URI: | https://repository.unib.ac.id/id/eprint/4386 |