PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DI KOTA BENGKULU

Penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku penyertaan dalam tindak
pidana penganiaayan di Kota Bengkulu dapat di simpulkan bahwa aparat
penegakan hukum di tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
persidangan dan pembinaan menggunakan UU SPPA, dalam setiap tahapan
selalu melalui pendekatan keadilan Restoratif dengan mengupayakan Diversi
atau Restorative Juctice, hal ini nampak dari data di tingkat penyidikan,
penuntutan dan persidangan, adapun yang dapat dilaksanakan Diversi untuk
tindak pidana penganiayaan biasa dan penganiayaan ringan yang terdapat
pada Pasal 351 dan 352 KUHP yang mana ancaman pidana nya kurang dari 7
(tujuh) tahun, untuk tindak pidana penganiayaan berencana dan penganiayaan
berat tidak dapat dilaksanakan Diversi dan Restoratif Juctice pada Pasal 353,
354 dan 355 KUHP dikarenakan hukuman nya lebih dari 7 (tujuh) tahun
sehingga harus di teruskan ke tahap persidangan untuk diadili.
2. Hambatan penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku penyertaan dalam
tindak pidana penganiayaan di Kota Bengkulu sebagai berikut: kurangnya
pengetahuan masyarakat terhadap hukum sehingga anak tidak mengetahui
resiko-resiko akan perbuatan yang dilarang menurut hukum yang berlaku,
kurangnya sarana dan fasilitas, penundaan waktu sidang dan ruangan khusus
persidangan anak sehingga pada saat di pengadilan anak tidak mendapati
ruangan atau fasilitas khusus anak agar tidak bersamaan dengan pelaku tindak
66
67
pidana dewasa, kurangnya pendidikan khusus aparat penegak hukum dalam
melakukan penegakan hukum dalam perkara tindak pidana terhadap anak
agar penegakan hukum berjalan dengan baik dan profesional.