KEWENANGAN JAKSA AGUNG DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA BERDASARKAN PERATURAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA NO.15 TAHUN 2020 TENTANG PENGHENTIAN PENUNTUTAN BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF

Penyampingan perkara pidana adalah salah satu wewenang dari
Jaksa Agung untuk tidak diadakannya penuntutan atau pelaksanaan
dari asas oportunitas yang diberikan oleh undang-undang kepada
Jaksa Agung sebagai penuntut umum untuk menyampingkan perkara
demi kepentingan umum. Berdasarkan pasal 35 huruf c di dalam UU
Kejaksaan yang memuat tentang sebuah kewenangan dari jaksa agung
yakni bisa tidak melaksanakan penuntutan atau mengesampingkan
perkara atas dasar kepentingan umum. Metode pendekatan yang
digunakan yuridis normatif. Jenis data adalah data primer dan
sekunder, dengan metode pengumpulan data melalui studi
kepustakaan dengan metode analisis data kualitatif dengan analisis isi
(content analysis). Hasil penelitian menunjukan bahwasanya Jaksa
agung berwenang menghentikan penuntutan terhadap terdakwa dalam
kasus tertentu menggunakan pendekatan keadilan restoratif yang
menurut teori kewenangan, Kewenangan Jaksa Agung yang terdapat
dalam UU Kejaksaan termasuk dalam atribusi. Batasan suatu tindak
pidana dapat dilakukan penghentian penuntutan dengan pendekatan
keadilan restoratif dengan ketentuan pelaku bukanlah seorang
residivis, perbuatan tindak pidananya yang dilakukan diancam dengan
pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, tindak
pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian tidak
lebih dari 2,5 juta rupiah.
Kata Kunci : Kewenangan , Jaksa Agung, Keadilan Restoratif