PERMADI, ANDREAS WAHYU and Muhammad, Chozin and Bandi, Hermawan (2021) PENENTUAN TINGKAT KESESUAIAN JADWAL TANAM PADI GOGO DAN JAGUNG BERDASARKAN NERACA AIR LAHAN DAN JENIS TANAH. Masters thesis, Universitas Bengkulu.
TESIS_Andreas Wahyu Permadi.pdf - Bibliography
Restricted to Repository staff only
Available under License Creative Commons GNU GPL (Software).
Download (5MB)
Abstract
Lahan kering merupakan hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
digenangi air pada sebagian waktu atau sapanjang tahun. Di Indonesia memiliki
luas 188.2 juta ha, 25.09 juta ha diantaranya tergolong lahan kering yang memiliki
potensi untuk digunakan sebagai areal budidaya tanaman termasuk diantaranya
adalah padi gogo dan jagung. Hambatan utama dalam budidaya tanam di lahan
kering adalah penyediaan air untuk mencukupi kebutuhan tanaman yang umumnya
hanya mengandalkan curah hujan. Oleh karena curah hujan dan ketersediaan air
dalam tanah merupakan dua faktor penting dalam memenuhi kebutuhan air
tanaman, maka pengetahuan tentang pola curah hujan dan karakteristik tanah dalam
memegang air dapat menjadi landasan penentuan awal tanam dalam budidaya padi
gogo dan jagung pada lahan kering. Penentuaan awal tanam sangat diperlukan
dalam budidaya pada lahan kering agar dapat menjadi pedoman tingkat
ketersediaan lengas tanah yang dapat menjamin ketercukupan air yang diperlukan
untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara maksimal.
Di Indonesia, penetapan awal musim tanam dilakukan secara tradisional
yang dikenal dengan pranata mangsa (sunda), pranoto mongso (jawa) atau Kerta
Masa (bali) (Wisnubroto, 1997). Namun untuk daerah non zona musim (NONZOM) yang musim hujan dan kemaraunya tidak memiliki perbedaan yang tegas,
maka metode tradisional tersebut tidak dapat digunakan. Metode penetapan awal
yang lain adalah berdasarkan awal musim penghujan sesuai dengan pola curah
hujan tahunan di suatu daerah yang dapat diterapkan baik di wilayah zona musim
(ZOM) maupun NON-ZOM yang dikenal sebagai kalender tanam. Kelemahan
utama dari kalender tanam untuk wilayah NON-ZOM adalah tidak
mempertimbangkan kemampuan daya pegang air tanah, karena tiap jenis tanah
memiliki kemempuan memegang air yang berbeda. Provinsi Bengkulu termasuk
non zona musim dan hujan dapat berlangsung sepanjang tahun namun karena
karakteristik tanah yang beragam, maka tidak setiap saat dapat ditetapkan sebagai
awal musim tanam. Sejauh ini, kajian tentang penetapan awal musim tanam,
vi
terutama padi gogo dan jagung, yang didasarkan pada neraca air lahan dan jenis
tanah di provinsi Bengkulu belum pernah dilakukan.
Lokasi penelitian dilakukan di beberapa wilayah Bengkulu dengan
ketinggian 8-800 mdpl. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2021 hingga bulan
Juni 2021. Data dalam penelitian ini, yaitu data curah hujan selama 10 tahun (2011-
2020) dari BMKG, data suhu udara yang diambil dari web ECMWF dan data jenis
tanah diperoleh dari Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah
(BAPEDDA) Provinsi Bengkulu. Metode analisis data dalam penelitian ini, yaitu
rata-rata dan metode deskriptif berdasarkan data curah hujan udara dan data
temperatur dengan periode 10 tahun yaitu 2011-2020, dimana selama periode
sepuluh tahun tersebut akan dilihat bagaimana pola curah hujan serta temperatur
udara di beberapa wilayah Bengkulu. Setelahnya menghitung ketersediaan air
dengan neraca air lahan menggunakan metode Thornthwaite dan Mather (1957).
Analisis curah hujan berdasarkan pola sebaran curah hujan rata-rata dalam
satu tahun, wilayah provinsi Bengkulu dikategorikan sebagai wilayah NON-ZOM
(non zona musim). Wilayah non zona musim merupakan wilayah yang tidak
memiliki perbedaan jelas secara klimatologi antara periode musim kemarau dan
penghujan serta memiliki tipe hujan equatorial dimana dalam kurun waktu satu
tahun terdapat 2 puncak hujan maksimum. Selain itu, menurut Tipe iklim Oldeman
wilayah provinsi Bengkulu memiliki periode basah atau akumulasi curah hujan per
bulannya diatas 200 mm, sedangkan periode kering atau akumulasi curah hujan per
bulannya dibawah dari 200 mm. Sekalipun demikian, pola curah hujan dalam skala
mikro dapat sangat bervariasi dikarenakan adanya beberapa faktor yaitu kondisi
suhu pada puncak awal yang terjadi disuatu wilayah, ketinggian tempat (elevasi),
jarak sumber air, perbedaan suhu tanah, dan luas daratan.
Analisis kondisi suhu udara di Propinsi Bengkulu bervriatis bergantung
pada ketinggian tempat. Wilayah dataran rendah (<200 mdpl) memiliki suhu udara
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara dengan wilayah menengah (200-700
mdpl) maupun dataran dataran tinggi (>700 mdpl). Sukaraja, Universitas Bengkulu,
dan Talang Pauh yang mewakili wilayah dataran rendah memiliki suhu udara ratarata tiap bulannya sebesar 26.5 – 27.5oC. Sukabumi, Muara Aman, dan Kepahiang
yang mewakili wilayah dataran sedang memiliki suhu udara rata-rata tiap bulannya
vii
sebesar 23.7 – 25.1 oC. Rimbo Pengadang, Bukit Kaba, dan Mojorejo yang
mewakili wilayah dataran tinggi memiliki suhu udara rata-rata tiap bulannya
sebesar 22.0 – 23.5
oC.
Hasil perhitungan neraca air lahan menyajikan diwilayah Bengkulu baik
dataran rendah, dataran menengah, dan dataran tinggi memiliki ketersediaan air
dengan kategori cukup hingga sangat cukup. Meskipun memiliki kategori cukup
hingga sangat cukup, masih perlunya mempertimbagkan seberapa lamanya tanah
memegang air (water holding capacity). Kebutuhan air tanaman sangat bervariasi
antar jenis tanaman sesuai laju evapotranspirasi pada setiap fase pertumbuhan dan
umumnya diukur dengan menggunakan koefisien tanaman (Kc) yang dihitung
sebagai berdasarkan rasio evapotranspirasi tanaman (ETc) dengan evapotranspirasi
referensi (ETo). Tanaman dengan nilai Kc tinggi membutuhkan banyak curah
hujan, sedangkan untuk tanaman dengan nilai Kc rendah tidak memerlukan curah
hujan yang banyak kaena akan menyebabkan kerusakan pada tanaman itu sendiri.
Penelitian ini menunjukkan Bengkulu telah terjadi perubahan iklim yang
ditandai dengan meningkatnya suhu padaperiode 2011-2020. Namun, meskipun
terjadi perbuahan iklim, kenaikan dalam satu periode tesebut tidak secara
signifikan, sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan dalam kurun waktu
10 tahun kedepan. Selain itu, dengan bervariasinya kondisi data curah hujan dan
suhu udara maka dalam menetukan jadwal tanam perlu memperhatikan ketinggian
tempat, volume air hujan, dan kemampuan tanah menyimpan air (WHC).
| Item Type: | Thesis (Masters) |
|---|---|
| Subjects: | S Agriculture > S Agriculture (General) |
| Divisions: | Postgraduate Program > Master of Agroecotechnology |
| Depositing User: | Sugiarti, S.IPust |
| Date Deposited: | 27 Oct 2025 08:28 |
| Last Modified: | 27 Oct 2025 08:28 |
| URI: | https://repository.unib.ac.id/id/eprint/30535 |

