Ansori, Ahmad and Catur, Herison and Rustikawati , Rustikawati (2013) KAJIAN HETEROBELTIOSIS DAN KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN GALUR S6 JAGUNG MUTAN IRADIASI SINAR GAMMA DI ULTISOL. Undergraduated thesis, Fakultas Pertanian UNIB.
Text (Thesis)
I,II,III,II-13-ahm.FP.pdf - Bibliography Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons GNU GPL (Software). Download (1MB) |
|
Text (Thesis)
IV,V,LAMP,II-13-ahm.FP.pdf - Bibliography Restricted to Registered users only Available under License Creative Commons GNU GPL (Software). Download (1MB) |
Abstract
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi jagung dan swasembada jagung nasional yaitu dengan memanfaatkan lahan-lahan marginal. Kelemahan lahan ultisol dapat diatasi dengan perakitan varietas jagung toleran masam. Varietas jagung hibrida dapat dibentuk dengan melakukan persilangan galur-galur jagung yang mempunyai gen-gen pengendali adaptivitas kemasaman. Pembentukan galur-galur jagung dapat dilakukan dengan cara mutasi menggunakan sinar gamma. Pengembangan jagung hibrida dilakukan didasarkan pada potensi heterobeltiosis tetuanya. Penelitian dilakukan pada Ultisol untuk mengevaluasi keragaan dan menduga nilai heterobeltiosis hibrida hasil persilangan galurgalur S6 jagung mutan iradiasi sinar gamma. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei hingga September 2011 di Kelurahan Kandang Limun, Kecamatan Muarabangkahulu, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Bahan geneik yang digunakan ialah enam tetua jagung, lima belas genotipe F1 dan dua varietas pembanding (NT dan SHS). Bahan tanam tersebut ditanam dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun, panjang daun, lebar daun, panjang tongkol, diameter tongkol, bobot biji tongkol -1 , bobot 100 biji, dan hasil petak -1 menunjukkan adanya pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan pada taraf 5%. Persilangan dengan nilai heterobeltiosis tertinggi untuk variabel bobot 100 biji yaitu persilangan G6xG1 ( 11,97% ). Sedangkan untuk variabel hasil petak -1 nilai heterobeltiosis terbesar terdapat pada persilangan G8xG6 (32,17%) dengan hasil petak -1 sebesar 799,03 g atau selisih 194,49 g dari rata-rata tetua terbaik. Persilngan G9xG6 mempunyai hasil petak 1 - yang tinggi dari persilangan yang lain dan sama dengan hibrida SHS akan tapi belum Bahan geneik yang digunakan ialah enam tetua jagung, lima belas genotipe F1 dan dua varietas pembanding (NT dan SHS). Bahan tanam tersebut ditanam dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun, panjang daun, lebar daun, panjang tongkol, diameter tongkol, bobot biji tongkol -1 , bobot 100 biji, dan hasil petak -1 menunjukkan adanya pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan pada taraf 5%. Persilangan dengan nilai heterobeltiosis tertinggi untuk variabel bobot 100 biji yaitu persilangan G6xG1 ( 11,97% ). Sedangkan untuk variabel hasil petak -1 nilai heterobeltiosis terbesar terdapat pada persilangan G8xG6 (32,17%) dengan hasil petak -1 sebesar 799,03 g atau selisih 194,49 g dari rata-rata tetua terbaik. Persilngan G9xG6 mempunyai hasil petak 1 - yang tinggi dari persilangan yang lain dan sama dengan hibrida SHS akan tapi belum Bahan geneik yang digunakan ialah enam tetua jagung, lima belas genotipe F1 dan dua varietas pembanding (NT dan SHS). Bahan tanam tersebut ditanam dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun, panjang daun, lebar daun, panjang tongkol, diameter tongkol, bobot biji tongkol -1 , bobot 100 biji, dan hasil petak -1 menunjukkan adanya pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan pada taraf 5%. Persilangan dengan nilai heterobeltiosis tertinggi untuk variabel bobot 100 biji yaitu persilangan G6xG1 ( 11,97% ). Sedangkan untuk variabel hasil petak -1 nilai heterobeltiosis terbesar terdapat pada persilangan G8xG6 (32,17%) dengan hasil petak -1 sebesar 799,03 g atau selisih 194,49 g dari rata-rata tetua terbaik. Persilngan G9xG6 mempunyai hasil petak 1 - yang tinggi dari persilangan yang lain dan sama dengan hibrida SHS akan tapi belum Bahan geneik yang digunakan ialah enam tetua jagung, lima belas genotipe F1 dan dua varietas pembanding (NT dan SHS). Bahan tanam tersebut ditanam dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun, panjang daun, lebar daun, panjang tongkol, diameter tongkol, bobot biji tongkol -1 , bobot 100 biji, dan hasil petak -1 menunjukkan adanya pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan pada taraf 5%. Persilangan dengan nilai heterobeltiosis tertinggi untuk variabel bobot 100 biji yaitu persilangan G6xG1 ( 11,97% ). Sedangkan untuk variabel hasil petak -1 nilai heterobeltiosis terbesar terdapat pada persilangan G8xG6 (32,17%) dengan hasil petak -1 sebesar 799,03 g atau selisih 194,49 g dari rata-rata tetua terbaik. Persilngan G9xG6 mempunyai hasil petak 1 - yang tinggi dari persilangan yang lain dan sama dengan hibrida SHS akan tapi belum Bahan geneik yang digunakan ialah enam tetua jagung, lima belas genotipe F1 dan dua varietas pembanding (NT dan SHS). Bahan tanam tersebut ditanam dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun, panjang daun, lebar daun, panjang tongkol, diameter tongkol, bobot biji tongkol -1 , bobot 100 biji, dan hasil petak -1 menunjukkan adanya pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan pada taraf 5%. Persilangan dengan nilai heterobeltiosis tertinggi untuk variabel bobot 100 biji yaitu persilangan G6xG1 ( 11,97% ). Sedangkan untuk variabel hasil petak -1 nilai heterobeltiosis terbesar terdapat pada persilangan G8xG6 (32,17%) dengan hasil petak -1 sebesar 799,03 g atau selisih 194,49 g dari rata-rata tetua terbaik. Persilngan G9xG6 mempunyai hasil petak 1 - yang tinggi dari persilangan yang lain dan sama dengan hibrida SHS akan tapi belum Persilangan dengan nilai heterobeltiosis tertinggi untuk variabel bobot 100 biji yaitu persilangan G6xG1 ( 11,97% ). Sedangkan untuk variabel hasil petak -1 nilai heterobeltiosis terbesar terdapat pada persilangan G8xG6 (32,17%) dengan hasil petak -1 sebesar 799,03 g atau selisih 194,49 g dari rata-rata tetua terbaik. Persilngan G9xG6 mempunyai hasil petak 1 - yang tinggi dari persilangan yang lain dan sama dengan hibrida SHS akan tapi belum mampu melebihi hibrida pembanding NT 1.
Item Type: | Thesis (Undergraduated) |
---|---|
Subjects: | S Agriculture > S Agriculture (General) |
Divisions: | Faculty of Agriculture > Department of Agroecotechnology |
Depositing User: | 001 Bambang Gonggo Murcitro |
Date Deposited: | 20 Oct 2013 21:59 |
Last Modified: | 20 Oct 2013 21:59 |
URI: | http://repository.unib.ac.id/id/eprint/1058 |
Actions (login required)
View Item |