HARUN, RASYID and Herlambang, Herlambang and Antory, Royan (2020) KEDUDUKAN WHISTLE BLOWER DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA. Undergraduated thesis, Universitas Bengkulu.
Text (tesis)
TESIS Harun Rasyid pdf.pdf - Bibliography Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons GNU GPL (Software). Download (726kB) |
Abstract
Urgensi penelitian ini dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan (statue aproach). Teknik pengumpulan bahan dilakukan studi kepustakaan. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan primer yaitu adalah bahan bersifat autorittaif artinya memiliki suatu autoritas mutlak dan mengikat, seperti peraturan perundang-undangan, catatan resmi, buku dan pendapat para ahli dalam bidang hukum, dan berbagai peraturan perundang-undangan serta jurnal, website, kutipan skripsi hukum dan media online. Bahan sekunder seperti doktrin, jurnal, karya ilmiah dibidang hukum dan lain-lain, serta Bahan hukum tersier (non hukum) yaitu bahan hukum yang relevan seperti kamus hukum, ensiklopedia dan kamus hukum lain yang masih relevan. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa (1.a) Eksistensi Whistleblower dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, secara defenisi tidak disebutkan secara tegas, tetapi whistleblower lebih mendekati kepada pengertian “pelapor” sebagaimana dalam Pasal 10 ayat (1). Namun Pelapor tidaklah sama dengan whistleblower (1.b) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi belum ada sama sekali secara tegas menyebut tentang eksistensi Whistleblower sebagai Pelapor hanya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, KPK berkewajiban untuk memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi. (2) bahwa apabila hal yang diungkapkan Whistleblower tidak terbukti secara Empiris, maka berdasarkan batasan pasal 318 dan 310 KUHP soerang Whistleblower dapat dituntutmelakukan fitnah atau pencemaran nama baik, mengingat Pasal 10 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, belum ada secara tegas mengatur tentang Whistleblower, terkecuali sebagaimana ditentukan Pasal 191 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHAP bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidangkan pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, maka terdakwa diputus bebas, atau jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepadanya terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Kata Kunci : Kedudukan, Whistleblower, Tindak Pidana Korupsi
Item Type: | Thesis (Undergraduated) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law Science |
Depositing User: | irma rohayu |
Date Deposited: | 27 Sep 2023 03:52 |
Last Modified: | 27 Sep 2023 03:52 |
URI: | http://repository.unib.ac.id/id/eprint/16430 |
Actions (login required)
View Item |