Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyebaran Berita Bohong Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU�XXI/2023

SHYNTIA, DAMAYANTI SARAGIH and Agusalim, Agusalim and Benget, H.Simatupang (2024) Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyebaran Berita Bohong Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU�XXI/2023. Other thesis, Universitas Bengkulu.

[thumbnail of Thesis] Text (Thesis)
SKRIPSI SHYNTIA D SARAGIH (B1A020099) - Shyntia Saragih.pdf - Bibliography
Restricted to Repository staff only
Available under License Creative Commons GNU GPL (Software).

Download (866kB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi kebijakan
hukum pidana terhadap tindak pidana penyebaran berita bohong setelah Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023. Putusan ini memiliki dampak
penting terhadap regulasi dan implementasi hukum pidana di Indonesia, khususnya
dalam hal perlindungan kebebasan berekspresi dan hak atas informasi yang benar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif
dengan pendekatan analisis kasus dan perundang-undangan, didukung oleh studi
literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kualifikasi tindak pidana
penyebaran berita bohong dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1946 diatur dalam
Pasal 14,15 dan Pasal 310 ayat (1). Setelah dilakukan uji materil , Mahkamah
Konstitusi menghapuskan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang No 1 Tahun 1946
dan Pasal 310 ayat (1) Undang-undang No 1 Tahun 1946 menjadi pasal yang
bersyarat yaitu apabila penyebaran berita bohong hanya dilakukan dengan cara
lisan. Adapun alasan Mahkamah Konstitusi menghapuskan Pasal 14 dan Pasal 15
Undang-Undang No 1 Tahun 1946 karena dalam rumusan Pasal 14 dan Pasal 15
terdapat kata Keonaran yang menimbulkan multitafsir yang kemudian kata
keonaran tersebut diubah menjadi kata kerusuhan, kata berita berlebih-lebihan yang
menurut Mahkamah Konstitusi sulit untuk membuktikannya. Sehingga kebijakan
hukum pidana Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No 78/PUU-XXI/2023 yaitu
mengenai penyebaran tindak pidana berita bohong diatur dalam Pasal 263 dan Pasal
264 Undang-undang No 1 Tahun 2023. Adapun kekurangan dari rumusan Pasal 263
dan Pasal 264 Undang-Undang No 1 Tahun 2023 yaitu tidak mengatur secara
spesifik sarana yang digunakan dalam penyebaran berita bohong. Rekomendasi
penelitian ini yaitu pembentuk Undang-Undang sebaiknya memperhatikan setiap
kata yang digunakan dalam perumusan Undang-Undang agar tidak menimbulkan
multitafsir. Penggunaan bahasa yang jelas, spesifik, dan tidak ambigu sangat
penting untuk memastikan bahwa Undang-Undang tersebut dapat dipahami dengan
baik oleh semua pihak yang berkepentingan. Ketidakjelasan dalam bahasa hukum
dapat menyebabkan penafsiran yang berbeda-beda, yang pada akhirnya dapat
menimbulkan ketidakpastian hukum dan konflik dalam penerapannya. Sebaiknya
penyebaran berita bohong dalam Undang-Undang No 1 tahun 2023 cukup
menggunakan kata berita bohong atau tidak pasti sehingga kata berita berlebihan
perlu dihapuskan. Selain itu Undang-Undang No 1 Tahun 2023 perlu secara spesifik
mengatur mengenai sarana atau media yang dipergunakan untuk penyebaran berita
bohong tersebut baik secara lisan ataupun hanya secara tulisan.
Kata Kunci: Kebijakan hukum pidana, penyebaran berita bohong, Kepastian
Hukum.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Faculty of Law > Department of Law Science
Depositing User: Irma Rohayu, S.IPust
Date Deposited: 25 Sep 2025 04:08
Last Modified: 25 Sep 2025 04:08
URI: https://repository.unib.ac.id/id/eprint/26284

Actions (login required)

View Item
View Item

slot gacor terbaik

slot gacor terpercaya

Situs Resmi Bisawd

slot gacor 4d

Slot Terpercaya

Slot Gacor bet 200