STRATEGI PENDAYAGUNAAN TENAGA PROMOSI KESEHATAN DI PROVINSI BENGKULU

Transformasi sistem kesehatan yang digulirkan Kementerian Kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan, memperkuat aksesibilitas dan
mengurangi disparitas kesehatan antar wilayah. Ada enam pilar transformasi
kesehatan yaitu Transformasi Layanan Primer, Transformasi Layanan Rujukan,
Transfornasi sistem ketahanan kesehatan, Transformasi pembiayaan kesehatan,
Transfornasi Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Transformasi Tekhnologi
Kesehatan. Peraturan Presiden nomor 18 tahun 2020 tentang RPJM tahun 2020-
2024 mengamanatkan arah pembangunan bidang kesehatan. Salah satunya adalah
memperkuat Sumber Daya Manusia Kesehatan yang salah satu indikatornya
persentase Puskesmas dengan jenis tenaga kesehatan yang sesuai standar. Salah
satu permasalahan kesehatan yang mendesak dan mejadi program prioritas di
berbagai Negara di dunia termasuk di Indonesia adalah masalah Stunting. Untuk
mengatasi permasalahan Stunting ini pemerintah telah meluncurkan berbagai
program dan intervensi yang semuanaya memerlukan Sumber Daya Manusia yang
kompeten.
Dalam RPJMN 2020-2024 Program Percepatan Penanganan stunting ditargetkan
menjadi 14% pada 2024 dari yang saat ini 30,8% (Riskesdas 2018). Upaya ini
harus dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan intervensi gizi spesifik dan
sensitif. Program unggulan transformasi Sumber Daya Manusia Kesehatan
(SDMK) Indonesia yaitu: peningkatan jumlah tenaga kesehatan, pemenuhan dan
pemerataan tenaga kesehatan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan. Beberapa
masalah yang mendesak untuk dituntaskan dalam transformasi Sumber Daya
Manusia Kesehatan (SDMK) di Indonesia adalah masalah jumlah produksi,
distribusi dan kompetensi tenaga kesehatan. Sekitar 5.300 atau 50% lebih
Puskesmas masih belum memiliki 9 jenis tenaga kesehatan secara lengkap. Selain
itu, persebaran tenaga kesehatan juga masih belum merata termasuk di kawasan
DTPK.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan
deskriptif. Penelitian ini menggunakan Grand Teori Stream Window Model yang
dapat memetakan permasalahan SDM kesehatan mulai dari hulu, tengah, hingga
ke hilir. Dari Stream Window model yang diuraikan aliran masalah (problem
stream), aliran kebijakan (policy stream), dan aliran politik (political stream),
peneliti sebagai peneliti dapat memberikan solusi kepada pengambil kebijakan
untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi.
viii
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa benar adanya keberadaan Tenaga
Promosi Kesehatan (TPK) masih kurang bila dibandingkan jumlah fasiltas
pelayanan kesehatan primer, khususnya Puskesmas di ProvinsiBengkulu, yang
seyogyanya setiap Puskesmas minimal ada 1 Tenaga Promosi Kesehatan (TPK)
untuk pedesaan dan 2 orang Tenaga Promosi Kesehatan (TPK) untuk perkotaan,
kenyataannya dari 179 Puskesmas baru 101 Puskesmas atau 56% terisi Tenaga
Promosi Kesehatan (TPK). Serta adanya terjadi disparitas penempatan tenaga
promosi kesehatan yaitu ada puskesmas yang terisi lebih dari 1 tenaga promosi
kesehatan, sementara ada banyak puskesmas yang belum terisi tenaga promosi
kesehatan. Kemudian pendayagunaan tenaga promosi kesehatan belum optimal,
anggaran tenaga promosi kesehatan masih sangat minim, perhatian/penghargaan
bagi tenaga promosi kesehatan sama dengan tenaga fungsional kesehatan lainnya,
namun tenaga promosi kesehatan tidak mendapatkan jasa atas pelayanannya, dan
pelatihan peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan sangat kurang/sedikit,
bahkan hanya mengadalkan anggaran dari Kementerian Kesehatan, sehingga
untuk peningkatan kapasitas banyak upaya mandiri oleh tenaga promosi kesehatan
yang dampaknya peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan menjadi tidak
merata.
Kata kunci: Pendayagunaan, Tenaga Promosi Kesehatan, Distribusi, Jumlah,
Kompetensi