PERJANJIAN PENGGARAPAN LAHAN SAWAH DENGAN SISTEM SASEH MENURUT HUKUM ADAT BESEMAH DI DESA BATU AMPAR KECAMATAN KEDURANG KABUPATEN BENGKULU SELATAN

Penelitian ini mengkaji secara komprehensif perjanjian penggarapan lahan
sawah dengan sistem saseh menurut Hukum Adat Besemah di Desa Batu
Ampar, Kecamatan Kedurang, Kabupaten Bengkulu Selatan. Sistem saseh
merupakan manifestasi hukum adat yang berlandaskan nilai kekeluargaan,
tolong-menolong, dan kepercayaan, sebagian besar bersifat lisan, dimulai dari
kebutuhan pihak, musyawarah, penentuan hak dan kewajiban, serta model
pembayaran fleksibel. Otonomi penuh diberikan kepada penggarap, yang
menanggung biaya operasional. Keberlangsungan perjanjian ini bergantung
pada integritas moral dan rasa malu di antara anggota komunitas, berfungsi
sebagai kontrol sosial efektif, serta menunjukkan adaptabilitas terhadap
kondisi alam dan kebutuhan ekonomi. Meskipun efektif, potensi sengketa
dapat muncul akibat ketidakjujuran, faktor alam (gagal panen), perubahan
ekspektasi, intervensi berlebihan, dan salah paham komunikasi. Penyelesaian
sengketa dilakukan melalui komunikasi langsung atau mediasi tokoh adat dan
Kepala Desa, mengedepankan musyawarah mufakat dan kekeluargaan untuk
menjaga harmoni sosial. Masyarakat menolak jalur hukum formal, memilih
penyelesaian adat yang lebih cepat, murah, dan tidak merusak hubungan.
Sanksi sosial, seperti hilangnya kepercayaan dan reputasi, menjadi akibat
hukum paling efektif.
Kata Kunci: Hukum Adat, Perjanjian saseh, Penyelesaian Sengketa, Lahan
Sawah, Desa Batu Ampar