ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN EFISIENSI TATANIAGA TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SILAUT KABUPATEN PESISIR SELATAN

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan tersebar di berbagai
wilayah, sehingga menawarkan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi. Sebagai
negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Di antara
berbagai subsektor dalam sektor pertanian, perkebunan memiliki prospek yang
menjanjikan. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas unggulan karena memiliki
potensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khususnya para petani, melalui peningkatan pendapatan. Pendapatan petani
kelapa sawit dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti fluktuasi harga, teknik budidaya,
luas lahan, dan umur tanaman. Selain itu, salah satu faktor penting yang memengaruhi
pendapatan petani adalah sistem tataniaga tandan buah segar (TBS). Sistem ini mengatur
alur distribusi produk dari petani sebagai produsen utama hingga sampai ke konsumen
akhir. Setiap lembaga dalam rantai distribusi menetapkan harga sesuai dengan layanan
dan kegiatan yang mereka lakukan, dengan tujuan memperoleh keuntungan. Hal ini turut
memengaruhi efisiensi keseluruhan sistem tataniaga yang dilakukan.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, pada
bulan Januari hingga Februari 2023. Lokasi penelitian ditentukan menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu pemilihan secara sengaja berdasarkan kriteria yang relevan
dengan topik penelitian. Responden dalam penelitian ini berjumlah 90 responden petani
kelapa sawit dan lembaga tataniaga, yang terdiri dari 3 pedagang besar dan 7 pedagang
pengumpul.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan petani kelapa sawit di Kecamatan
Silaut dihitung dengan mengalikan jumlah produksi tandan buah segar (TBS) dengan
harga jual yang berlaku. Rata-rata produksi TBS petani mencapai 16.200/Kg/Ha, dengan
harga jual rata-rata Rp1.747/Kg. Dengan demikian, rata-rata penerimaan dari usahatani
kelapa sawit adalah Rp72.114.178/UT/Tahun atau Rp27.883.112/Ha/Tahun. Di sisi lain,
rata-rata total biaya usahatani kelapa sawit mencapai Rp23.460.646/UT/Tahun atau
Rp9.007.362/Ha/Tahun.
Berdasarkan perhitungan tersebut, pendapatan bersih rata-rata yang diperoleh
petani kelapa sawit di Kecamatan Silaut adalah Rp48.653.532/UT/Tahun atau
Rp18.875.751/Ha/Tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran tata niaga yang terbentuk
di Kecamatan Silaut, yaitu Saluran I: Petani – Pabrik, Saluran II: Petani – Pedagang Besar
– Pabrik, Saluran III: Petani – Pedagang Pengumpul – Pabrik. Biaya tataniaga tandan
buah segar (TBS) kelapa sawit bervariasi di setiap saluran distribusi. Secara khusus, biaya
tata niaga pada Saluran II ebih rendah dibandingkan dengan Saluran I dan III. Selain itu,
penelitian ini mengidentifikasi perbedaan margin tataniaga. Saluran I tidak memiliki
margin tataniaga karena petani langsung menjual hasil panennya ke pabrik dan menerima
100% dari harga akhir yang dibayarkan pabrik. Tidak ada perantara dalam rantai distribusi
ini, dan seluruh biaya distribusi menjadi tanggung jawab petani. Penelitian ini juga
menemukan bahwa tataniaga TBS sudah tergolong efisien, dengan nilai efisiensi di ketiga
saluran tercatat kurang dari 50%. Tingkat efisiensi masing-masing saluran yaitu: Saluran
I: 14,92%, Saluran II: 11,93%, dan Saluran III: 11,99%.
Kata Kunci: Penerimaan Usahatani, Pendapatan Usahatani, Saluran Tataniaga, Margin
Tataniaga, Efisiensi Tataniaga
(Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu)