J a m h a r i, J a m h a r i and Armanu, Thoyib and Fahrudin, JS Pareke and Slamet, Widodo (2018) PERAN BUDAYA ORGANISASIONAL, MOTIVASI KERJA, DAN KEPUASAN KERJA DALAM MEMEDIASI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL PEGAWAI (Studi Empiris Pada Pegawai Pemerintah Kota Lubuklinggau Provinsi Sumatera Selatan). Doctoral thesis, Universitas Bengkulu.
Disertasi (1).pdf - Bibliography
Restricted to Repository staff only
Available under License Creative Commons GNU GPL (Software).
Download (13MB)
Abstract
Profesionlitas dan kompetensi pegawai menjadi sebuah keharusan dalam upaya peningkatan
pencapaian tujuan dan kinerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas dan mencapai kinerja
yang tinggi diperlukan komitmen organisasional pegawai yang tinggi pula. Merujuk temuan
berbagai penelitian, komitmen organisasional pegawai diduga dapat dipengaruhi oleh
kecerdasan emosional, budaya organisasional, motivasi kerja, dan kepuasan kerja.
Seorang pegawai yang dalam pelaksanakan tugas hanya mengandalkan faktor kecerdasan
intelektual/akademis, tidak akan memiliki arti besar bila tidak disertai dengan kecerdasan
emosional. Keberhasilan pegawai dalam pencapaian kinerja sangat ditentukan oleh kecerdasan
emosional (EQ) yang dimilikinya. Menurut Goleman (2016: 42), setinggi-tingginya IQ
menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, jadi yang
80% diisi oleh kekuatan-kekuatan lain.” Sementara itu, Men-PAN dan RB menekankan
pentingnya pembinaan karakter bagi para PNS. Disebutkan, “Dalam menuju reformasi
birokrasi yang bersih, kompeten dan melayani perlu adanya pembinaan yang bukan hanya
meningkatkan fungsi kinerjanya saja, tetapi juga emosional dan spiritual.”
(http://nasional.kompas.com/read/)
Goleman (2016: 57-58) mengemukakan, bahwa IQ dan kecerdasan emosional (EQ) bukanlah
keterampilan-keterampilan yang saling bertentangan, melainkan keterampilan-keterampilan
yang sedikit terpisah. Kita semua perlu mencampurkan ketajaman akal dengan ketajaman
emosi. Sharma dan Pandey (2015) mengemukanan, jika Intelligence Quotient (IQ) dimulai dari
kepala, Emotional Quotient (EQ) dimulai dari hati. Menurut Abdulazim et al. (2011),
kecerdasan emosional dapat memainkan peran penting, dengan menyadari dan mengelola
emosi diri, memahami emosi orang lain untuk menjaga kinerja yang tepat dan meningkatkan
kemampuan untuk mengatasi stres fisiologis dan psikologis, sehingga hal ini dapat mendorong
untuk mencapai prestasi kerja dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Sementara Orhan (2012)
menyatakan, kecerdasan emosional dapat dianggap sebagai payung untuk hubungan antara
dirinya sendiri dengan orang lain dalam lingkungannya. Goleman (2001) menyatakan,
kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri, mengelola
emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan
orang lain.
Hofstede (2011: 3) mengemukakan bahwa budaya organisasional itu berada pada tataran
praktik yang tampak/terlihat dan sadar, (bagaimana) cara orang memandang apa yang terjadi
dalam lingkungan organisasi mereka. Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2007),
budaya organisasional adalah apa yang dipersepsikan karyawan dan cara persepsi itu
menciptakan suatu pola keyakinan, nilai, dan ekspektasi. Sementara itu, Robbins dan Judge
(2013) menyatakan, budaya organisasional mengacu pada sistem makna bersama yang dianut
oleh anggota yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi yang lain.
x
Selanjutnya, manurut Robbins (2003), motivasi adalah sebagai suatu proses yang
menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai
suatu tujuan. Mahaney and Lederer (2006) mengklasifikasi motivasi menjadi 2 (dua) dimensi,
yaitu: 1) motivasi intrinsik (intrinsic motivation), dan 2) motivasi ekstrinsik (extrinsic
motivation). Alat-alat motivasi intrinsik meliputi status, pengakuan, pujian dari atasan dan
rekan kerja, kepuasan pribadi dan perasaan harga diri. Sementara, alat-alat motivasi ekstrinsik
meliputi beberapa faktor seperti gaji, tunjangan, keamanan kerja, promosi, ruang kantor pribadi
dan iklim sosial.
Terkait kepuasan kerja menurut Robbins (2005), kepuasan kerja sebagai kumpulan perasaan
yang dimiliki individu terhadap pekerjaannya. Selain itu, Locke (1983) menyatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau keadaan emosional positif yang dihasilkan dari
penilaian terhadap pekerjaan atau pengalaman-pengalaman kerja.
Komitmen organisasional menurut Robbins (2003: 147), adalah sebagai sebuah sikap,
komitmen organisasional paling sering didefinisikan sebagai: 1) keinginan yang kuat untuk
tetap menjadi anggota organisasi tertentu; 2) kemauan untuk mengerahkan usaha tingkat tinggi
atas nama organisasi; dan 3) memiliki keyakinan yang pasti dan penerimaan terhadap nilai
nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini adalah sebuah sikap yang mencerminkan
loyalitas karyawan kepada organisasinya dan sebuah proses yang berkelanjutan di mana peserta
(anggota) organisasi mengekspresikan kepedulian mereka terhadap organisasi, dan terhadap
kesuksesan serta kesejahteraan organisasi secara terus menerus.
Penelitian ini menggunakan pendekatan survey dengan kuesioner sebagai instrument utama
dalam pengumpulan data. Di samping juga menggunakan metode wawancara dan observasi
untuk mendapatkan data pelengkap, serta dokumentasi untuk mendapatkan data kepegawaian.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian hipotesis-hipotesis (hypotheses testing)
yang menerangkan hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara kecerdasan emosional, budaya
organisasional, motivasi kerja, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional.
Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai (PNS/ASN) di lingkungan pemerintah Kota
Lubuklinggau yang terdiri dari: a. pejabat struktural (eselon II, III, IV), b. staf, dan c. pejabat
fungsional yang berjumlah 4.530 orang pegawai. Terkait jumlah sampel, penelitian ini
mengacu pada argumentasi Ghozali (2014), yaitu mengambil jumlah sampel rentang
pertengahan antara sampel yang direkomendasikan (100-200) dan sampel yang memiliki
ukuran goodness of fit yang jelek (400-500) yaitu sebesar 300 responden. Jumlah sampel
sebanyak 300 tersebut untuk mengantisipasi jika terdapat kuesioner yang tidak kembali,
kuesioner yang item-itemnya tidak diisi secara lengkap, adanya data yang hilang (missing) atau
ekstrem (outlier). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah proportional cluster
random sampling, karena keadaan populasi berkelompok sebanyak 39 SKPD/OPD dan dinilai
cukup homogen. Kuesioner yang dapat diolah datanya hanya 237 kuesioner, karena ada 63
kuesioner tidak bisa diolah datanya disebabkan 33 kuesioner tidak kembali, 29 kuesioner
pengisiannya tidak lengkap, dan ada 1 kuesioner yang datanya outlier.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik
inferensial. Analisis deskriptif untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Untuk analisis deskriptif ini digunakan
aplikasi Program SPSS Versi 21. Sedangkan analisis statistik inferensial dilakukan untuk
menganalisis data sampel guna menguji hipotesis dan hasilnya diberlakukan untuk populasi.
Analisis inferensial ini dilakukan dengan menggunakan persamaan model struktural (SEM)
dengan aplikasi Program AMOS Versi 21.
xi
Berdasarkan hasil pengujian pengaruh langsung dan pengaruh mediasi serta pembahasan, dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis pengaruh langsung membuktikan, kecerdasan emosional (KE) tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional (KO) pegawai. Hal ini
mengindiksikan bahwa pegawai yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, tidak selalu
memiliki komitmen organisasional yang tinggi pula.
Temuan ini sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Wong dan Law (2002), bahwa
karyawan/pegawai dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi namun tidak memiliki
kesempatan untuk menggunakan keterampilan atau kemampuannya dalam pekerjaan
mereka, akan kurang berkomitmen terhadap organisasi mereka dan memiliki kesempatan
lebih tinggi untuk berhenti. Kecerdasan emosional harus semakin dihargai di tempat kerja
di masa depan, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Goleman (1995): “Emotional
intelligence should become increasingly valued in the workplace in the future.” Di samping
itu, menurut Shooshtarian, Ameli, dan Lari (2013), pegawai dengan kecerdasan emosional
yang tinggi mempunyai banyak peluang kerja dan mereka dapat memilih peluang kerja
yang terbaik. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan, pegawai yang cerdas secara
secara emosional, namun kurang mendapat kesempatan untuk berkembang, paling tidak
mereka akan berfikir bagaimana bisa pindah ke organisasi lain yang bisa memberikan
kesempatan untuk mengembangkan dirinya.
Selanjutnya, menurut Salovey (dalam Goleman, 2016: 56-57), individu yang memiliki
tingkat kecerdasan emosional yang tinggi, akan memiliki keinginan yang tinggi pula untuk
memenuhi hasrat pemenuhan pengenalan emosi diri/kesadaran diri, pengelolaan emosi diri,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain.
Berdasarkan pendapat Salovey tersebut dapat dikatakan, para pegawai yang memiliki
kecerdasan emosional tinggi akan cenderung memiliki motivasi diri dan membina
hubungan yang kuat untuk bisa berkembang dan produktif guna meraih kinerja yang tinggi
pula. Jika dirasakan oleh mereka bahwa organisasi tempat mereka bekerja kurang
memberikan kesempatan yang memadai untuk berkembang meraih kinerja yang tinggi,
maka mereka akan cenderung berfikir pindah ke organisasi lain yang bisa memberikan
kesempatan kepadanya untuk berkembang dan produktif. Berdasarkan hasil analisis
deskriptif menunjukkan, skor kecerdasan emosional pegawai pemerintah Kota
Lubuklinggau adalah sebesar 81,0127%, yakni termasuk dalam interval skor 81%-100%,
artinya masuk dalam kategori sangat tinggi. Hal ini membuktikan bahwa secara umum
PNS pemerintah Kota Lubuklinggau memiliki kecerdassan emosional yang sangat tinggi.
2. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi teoritis yang sangat penting, bahwa kecerdasan
emosional tidak memiliki pengaruh langsung secara signifikan terhadap komitmen
organisasional pegawai. Untuk mendapatkan pengaruh yang signifikan diperlukan adanya
variabel mediasi, yaitu: budaya organisasional, motivasi kerja, dan kepuasan kerja.
3. Hasil penelitian ini menemukan, ada pengaruh signifikan antara kecerdasan emosional (KE)
terhadap kepuasan kerja (KK) dengan mediasi budaya organisasional (BO) dan motivasi
kerja (MK). Artinya, peran budaya organisasional dan motivasi kerja sangat penting untuk
memediasi pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja pegawai.
4. Hasil penelitian ini menunjukkan, ada pengaruh signifikan antara budaya organisasional
(BO) terhadap kepuasan kerja (KK) dengan mediasi motivasi kerja (MK). Hal ini
mengindikasikan bahwa peran motivasi kerja sangat penting untuk memediasi pengaruh
budaya organisasional (BO) terhadap kepuasan kerja (KK) pegawai.
xii
5. Hasil penelitian ini menemukan, ada pengaruh signifikan antara budaya organisasional (BO)
terhadap komitmen organisasional (KO) dengan mediasi kepuasan kerja (KK) dan motivasi
kerja (MK). Artinya, kepuasan kerja dan motivasi kerja memiliki peran yang sangat penting
untuk memediasi pengaruh budaya organisasional terhadap komitmen organisasional
pegawai.
6. Penelitian ini juga menemukan, adanya pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja
(MK) terhadap komitmen organisasional (KO) dengan mediasi kepuasan kerja (KK). Hal
ini berarti bahwa kepuasan kerja memiliki peran sangat penting untuk memediasi pengaruh
motivasi kerja terhadap komitmen organisasional pegawai.
Kata-Kata Kunci: Kecerdasan emosional, budaya organisasional, motivasi kerja, kepuasan
kerja, komitmen organisasional.
| Item Type: | Thesis (Doctoral) |
|---|---|
| Subjects: | H Social Sciences > H Social Sciences (General) |
| Divisions: | Postgraduate Program > Management Doctoral Program |
| Depositing User: | 56 nanik rahmawati |
| Date Deposited: | 11 Nov 2025 01:07 |
| Last Modified: | 11 Nov 2025 01:07 |
| URI: | https://repository.unib.ac.id/id/eprint/31425 |

