ANALISIS YURIDIS DASAR PERBEDAAN PENEGAKKAN KEADILAN SUBSTANTIF ANTARA PENUNTUT UMUM DAN HAKIM (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 587/Pid.B/LH/2019/PN.Pbr Jo PUTUSAN KASASI NOMOR 4337K/Pid.Sus-LH/2019)

Pada putusan perkara Nomor 587/Pid.B/LH/2019/PN.Pbr mengenai tindak pidana
pengangkutan kayu hasil hutan tanpa dokumen (Illegal), dengan merujuk alat bukti yang ada
dan diajukannya surat dakwaan ke pengadilan negeri, penuntut umum yakin bahwa perbuatan
terdakwa telah melanggar Pasal 83 ayat (1) huruf b Jo Pasal 12 huruf e Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Pasal
88 ayat (1) huruf a Jo Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Yang mana berdasarkan hasil identifikasi kayu–kayu
tersebut berasal dari kawasan hutan atau kayu yang tumbuh secara alami sehingga diperlukan
dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) untuk dilakukannya
pengangkutan. Namun dalam amar putusannya majelis hakim justru menyatakan terdakwa
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan.
Serta diperkuat dengan adanya putusan Kasasi Nomor 4337K/Pid.Sus-LH/2019 dengan
menolak permohonan kasasi dari Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pekanbaru.. Penelitian
ini menggunakan pendekatan normatif. Berdasarkan data dan analisis dari penelitian yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Dalam Putusan Nomor 587/Pid.B/LH/2019/PN.Pbr
dan Putusan Kasasi Nomor 4337K/Pid.Sus-LH/2019 menurut peneliti ada beberapa point
yang tidak terpenuhi atau tidak tampak dalam putusan tersebut yaitu Kejujuran, sehingga
putusan tersebut belum mencerminkan keadilan substantif.
Kata kunci: Keadilan Substantif, Putusan Bebas